Banyak manusia yang mudah bersedih dan menangis saat kehilangan sesuatu yang bersifat duniawi dari dirinya; entah kehilangan harta, anggota keluarga, atau bahkan sekadar kehilangan kesempatan yang ia anggap menguntungkan.
Sebaliknya, banyak pula manusia yang begitu sulit menangis karena banyaknya dosa-dosanya dan kurangnya amal ibadahnya. Mereka jarang menangis karena dorongan rasa takutnya kepada Allah SWT. Padahal, kata Imam Imam Hasan al-Bashri rahimahulLâh, “Andai seseorang menangis pada sekumpulan manusia karena takut kepada Allah, niscaya mereka dirahmati semuanya.”
Dikatakan juga, “Tidak ada satu amalan pun kecuali ada timbangannya yang jelas kecuali menangis karena takut kepada Allah. Allah tidak membatasi sedikit pun nilai dari setiap tetes air matanya.”
Hasan al-Bashri juga berkata, “Tidaklah seseorang menangis kecuali hatinya menjadi saksi akan kebenaran atau kedustaannya.” (Hasan al-Bashri, Al-Mawâ’izh, hlm. 109).
‘Abdul Karim bin Rasyid rahimahulLâh juga berkata: Aku pernah berada di majelis Hasan al-Bashri. Kemudian ada seseorang yang menangis dengan mengeraskan tangisannya. Lalu Hasan al-Bashri berkata, “Sungguh sekarang setan telah membuat orang ini menangis.” (Hasan al-Bashri, Al-Mawâ’izh, hlm. 152).
Namun demikian, yang penting bukanlah menangis dalam arti tangisan mata belaka, tetapi menangis dalam makna ‘tangisan hati’, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Fudhail bin ‘Iyyadh rahimahulLâh, “Menangis itu bukanlah dengan tangisan mata (saja), namun dengan menangisnya hati. Sungguh, ada seseorang yang kadang kedua matanya menangis, tetapi hatinya mengeras, karena tangisan seorang munafik adalah dengan mata lahiriahnya, bukan dengan mata hatinya.” (Al-Fudhail bin ‘Iyyadh, Al-Mawâ’izh, hlm. 54).
www.CintaQuran.com
Komentar
Posting Komentar