Langsung ke konten utama

Hakikat Ibadah kepada Allah SWT


Saat Anda berkata kepada istri Anda, “Aku mencintai kamu,” sungguh itu belum cukup. Sebab, boleh jadi hal yang sama Anda ucapkan juga kepada wanita lain. Namun, jika Anda berkata kepada istri Anda, “Hanya kamu yang aku cinta,” sejatinya tak ada wanita lain—selain istri Anda—yang Anda cintai. Begitulah saat kita berucap dalam setiap shalat, “Iyyaka na’budu (Hanya kepada Engkau kami menghambakan diri/beribadah),” sejatinya tak ada yang lain—selain Allah SWT—yang layak kita sembah/kita ibadahi.

Ibadah (penghambaan) kepada Allah SWT itu, kata Imam Ja’far ash-Shadiq, hakikatnya ada tiga: Pertama, kita sadar bahwa apapun yang kita ‘miliki’ hakikatnya adalah milik Allah SWT. Karena itu tak selayaknya kita bersedih apalagi berduka saat milik Allah SWT itu—yang kebetulan Dia titipkan kepada kita—hilang dari sisi kita. Tak selayaknya pula kita merasa keberatan saat Allah SWT, Pemilik hakiki harta kita, meminta kita untuk menginfakkan harta di jalan-Nya, baik infak wajib (seperti zakat) maupun sunnah (seperti sedekah). Kedua, kita selalu tunduk dan taat—tanpa sedikit pun membantah—pada apapun perintah-Nya meskipun bertentangan dengan kecenderungan dan hawa nafsu kita. Ketiga, kita tidak membuat hukum/aturan di luar hukum/aturan-Nya. Kita hanya wajib menjalankan semua syariah-Nya.

Jika salah satu saja dari tiga perkara ini tidak ada pada diri kita, sungguh tak layak kita mengklaim diri sebagai hamba Allah SWT atau merasa telah menghambakan diri kepada-Nya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesombongan Hanya Milik Allah SWT

https://cintaquran.com/publik/2017/04/17/kesombongan-hanya-milik-allah-swt/ Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda bahwa Allah SWT telah berfirman, “ Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Karena itu, siapa saja yang merampas salah satunya dari-Ku, pasti Aku akan melemparkannya ke dalam api neraka. ”  (HR Abu Dawud dan Ibn Majah). Setidaknya ada dua  ‘ibrah  (pelajaran) yang dapat dipetik dari hadis qudsi di atas.  Pertama : terkait dengan keimanan, seorang Muslim harus meyakini bahwa Allahlah yang pantas memiliki sifat sombong ( al-kibr ) dan takabur ( at-takabbur ). Ini adalah berdasarkan klaim Allah sendiri di dalam al-Quran yang menyifati Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir , yang bisa bermakna ‘Yang Mahasombong’ atau ‘Yang Mahatakabur’ (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 23). Menurut al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat ini, Allah SWT menamai Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir  karena Allah sendiri menganggungkan Diri-Nya sebagai...

Ikhlas Menentukan Keshalihan Amal

https://cintaquran.com/publik/2017/04/20/ikhlas-menentukan-keshalihan-amal/ Allah SWT berfirman (yang artinya):  Tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas menjalankan agama-Nya semata-mata, dengan lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat. Itulah agama yang benar  (TQS al-Bayyinah [98]: 5). Allah SWT pun berfirman (yang artinya):  Sama sekali tidak akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah hewan korban itu. Namun, yang akan sampai kepada Dia hanyalah ketakwaan kalian   (TQS al-Haj [22]: 37) Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Katakanlah (Muhammad),  “Sekalipun kalian semua sembunyikan apa saja yang ada di dalam hati kalian ataupun kalian tampakkan, pasti itu diketahui juga oleh Allah.”  (TQS Ali-lmran [3]: 29) Rasulullah saw. pun bersabda,  “Sungguh amal perbuatan itu bergantung pada niatnya dan sungguh bagi setiap orang itu apa saja yang telah ia niatkan. Karena itu s...

Hati Hati Fitnah Dunia

Suatu ketika Rasulullah saw. pernah berkhutbah di hadapan orang-orang, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kalian kecuali saat Allah memberikan kekayaan dunia ini kepada kalian.” (HR Ibn Abu ad-Dunya’). Kita membayangkan, saat itu Rasulullah saw. berkhutbah di kalangan para Sahabat yang rata-rata hidup zuhud. Dunia (harta) mungkin ada dalam genggaman sebagian mereka, tetapi tidak menguasai kalbu-kalbu mereka. Fokus mereka tetaplah akhirat. Karena itulah kita mengenal Sahabat Abu Bakar ra., Umar bin al-Khaththab ra., Utsman bin Affan ra. atau Abdurrahman bin Auf yang kaya raya. Namun, kita pun mengenal mereka sebagai para Sahabat terbaik dalam hal ibadah mereka, dakwah mereka, infak mereka termasuk jihad mereka di jalan Allah SWT. Lalu mengapa Rasulullah saw. sampai harus mengkhawatirkan mereka dengan fitnah dunia? Itu berarti, fitnah dunia sangatlah dahsyat. Bukankah sebagian Sahabat pernah tergelicir saat Perang Uhud, saat mereka berlari meninggalkan perint...