Langsung ke konten utama

Pentingnya Menggunakan Akal


Manusia memang makhluk berakal. Pernyataan di atas hanya berarti bahwa dengan akalnya manusia memiliki potensi untuk berpikir. Apakah manusia itu sendiri berpikir atau tidak—artinya dia menggunakan akal atau tidak—bergantung pada pilihan manusia itu sendiri. Saat manusia mau berpikir atau menggunakan akalnya, mereka berpotensi untuk menjadi baik. Sebaliknya, saat manusia enggan menggunakan akalnya (tidak mau berpikir), mereka berpotensi menjadi buruk, bahkan lebih buruk daripada binatang ternak. Inilah yang ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya (yang artinya): Sungguh Kami menjadikan untuk (isi Neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai kalbu (akal), tetapi tidak digunakan untuk memahami/memikirakan (ayat-ayat Allah)...Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan  lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang lalai (TQS al-A’raf [7]: 179).

Alhasil, benarlah pernyataan ulama, “Al-Insân hayawan[un] nâtiq[un] (Manusia itu hewan yang berpikir).” Faktanya, secara fisik manusia itu tidak ada bedanya dengan hewan, misal dengan kambing atau kera. Yang membedakan hanyalah apa yang mereka makan atau cara bagaimana mereka berjalan dan mencari makan. Selebihnya tidak ada yang beda, kecuali tentu dalam satu hal: manusia punya akal yang bisa digunakan untuk berpikir, sementara hewan tidak. Karena itu saat manusia enggan berpikir atau menggunakan akalnya, mereka—sebagaimana dalam pandangan Allah SWT berdasarkan ayat di atas—seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Wajar jika perilaku homoseksualitas (hubungan seks sesama jenis), misalnya, yang mungkin langka terjadi pada binatang, justru bisa terjadi pada manusia, bahkan marak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesombongan Hanya Milik Allah SWT

https://cintaquran.com/publik/2017/04/17/kesombongan-hanya-milik-allah-swt/ Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda bahwa Allah SWT telah berfirman, “ Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Karena itu, siapa saja yang merampas salah satunya dari-Ku, pasti Aku akan melemparkannya ke dalam api neraka. ”  (HR Abu Dawud dan Ibn Majah). Setidaknya ada dua  ‘ibrah  (pelajaran) yang dapat dipetik dari hadis qudsi di atas.  Pertama : terkait dengan keimanan, seorang Muslim harus meyakini bahwa Allahlah yang pantas memiliki sifat sombong ( al-kibr ) dan takabur ( at-takabbur ). Ini adalah berdasarkan klaim Allah sendiri di dalam al-Quran yang menyifati Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir , yang bisa bermakna ‘Yang Mahasombong’ atau ‘Yang Mahatakabur’ (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 23). Menurut al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat ini, Allah SWT menamai Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir  karena Allah sendiri menganggungkan Diri-Nya sebagai...

Ikhlas Menentukan Keshalihan Amal

https://cintaquran.com/publik/2017/04/20/ikhlas-menentukan-keshalihan-amal/ Allah SWT berfirman (yang artinya):  Tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas menjalankan agama-Nya semata-mata, dengan lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat. Itulah agama yang benar  (TQS al-Bayyinah [98]: 5). Allah SWT pun berfirman (yang artinya):  Sama sekali tidak akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah hewan korban itu. Namun, yang akan sampai kepada Dia hanyalah ketakwaan kalian   (TQS al-Haj [22]: 37) Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Katakanlah (Muhammad),  “Sekalipun kalian semua sembunyikan apa saja yang ada di dalam hati kalian ataupun kalian tampakkan, pasti itu diketahui juga oleh Allah.”  (TQS Ali-lmran [3]: 29) Rasulullah saw. pun bersabda,  “Sungguh amal perbuatan itu bergantung pada niatnya dan sungguh bagi setiap orang itu apa saja yang telah ia niatkan. Karena itu s...

Hati Hati Fitnah Dunia

Suatu ketika Rasulullah saw. pernah berkhutbah di hadapan orang-orang, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kalian kecuali saat Allah memberikan kekayaan dunia ini kepada kalian.” (HR Ibn Abu ad-Dunya’). Kita membayangkan, saat itu Rasulullah saw. berkhutbah di kalangan para Sahabat yang rata-rata hidup zuhud. Dunia (harta) mungkin ada dalam genggaman sebagian mereka, tetapi tidak menguasai kalbu-kalbu mereka. Fokus mereka tetaplah akhirat. Karena itulah kita mengenal Sahabat Abu Bakar ra., Umar bin al-Khaththab ra., Utsman bin Affan ra. atau Abdurrahman bin Auf yang kaya raya. Namun, kita pun mengenal mereka sebagai para Sahabat terbaik dalam hal ibadah mereka, dakwah mereka, infak mereka termasuk jihad mereka di jalan Allah SWT. Lalu mengapa Rasulullah saw. sampai harus mengkhawatirkan mereka dengan fitnah dunia? Itu berarti, fitnah dunia sangatlah dahsyat. Bukankah sebagian Sahabat pernah tergelicir saat Perang Uhud, saat mereka berlari meninggalkan perint...