Langsung ke konten utama

Pentingnya Berkumpul dengan Orang-orang Shalih

Iman, kata Nabi saw., bisa naik dan bisa turun (HR Ibn Abi Syaibah). Karena itu setiap Muslim harus betul-betul menjaga keimanannya agar terus dan naik, jangan sampai menurun. Bagaimana caranya? Salah satunya ia harus senantiasa bergaul dengan orang-orang shalih, bukan dengan orang-orang salah. Bergaul dengan orang-orang shalih akan membantu setiap Muslim untuk paling tidak mempertahankan keimanan dan amal shalihnya.

Terkait itu, Allah SWT menjelaskan bagaimana suasana keimanan generasi terdahulu, yakni Rasulullah saw. dan para sahabat beliau, sebagaimana firman-Nya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kalian menyaksikan mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka berupa bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil (TQS al-Ftah [48]: 29).
Karena itu dinyatakan oleh Imam Hasan al-Bashri, “Saudara-saudara kami (yang shalih) lebih kami cintai daripada istri dan anak-anak kami. Sebabnya, keluarga kami sering mengingatkan kami akan dunia, sedangkan saudara-saudara kami (yang shalih) sering mengingatkan kami akan akhirat.” (Abu Thalib al-Makki, Qût al-Qulûb, 2/367).
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani al-Hasani, dalam Al-Fath ar-Rabbani wa al-Faydh ar-Rahmani, juga pernah berkata, “Dekatilah para ulama yang bertakwa. Bergaul dengan mereka dapat mendatangkan keberkahan. Janganlah kamu mendekati ulama yang tidak mengamalkan ilmunya. Bergaul dengan mereka dapat menimbulkan aib. Jika kamu berhubungan erat dengan orang yang lebih bertakwa dan lebih banyak ilmunya daripada dirimu, niscaya kamu akan mendapat keberkahan.” []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesombongan Hanya Milik Allah SWT

https://cintaquran.com/publik/2017/04/17/kesombongan-hanya-milik-allah-swt/ Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda bahwa Allah SWT telah berfirman, “ Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Karena itu, siapa saja yang merampas salah satunya dari-Ku, pasti Aku akan melemparkannya ke dalam api neraka. ”  (HR Abu Dawud dan Ibn Majah). Setidaknya ada dua  ‘ibrah  (pelajaran) yang dapat dipetik dari hadis qudsi di atas.  Pertama : terkait dengan keimanan, seorang Muslim harus meyakini bahwa Allahlah yang pantas memiliki sifat sombong ( al-kibr ) dan takabur ( at-takabbur ). Ini adalah berdasarkan klaim Allah sendiri di dalam al-Quran yang menyifati Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir , yang bisa bermakna ‘Yang Mahasombong’ atau ‘Yang Mahatakabur’ (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 23). Menurut al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat ini, Allah SWT menamai Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir  karena Allah sendiri menganggungkan Diri-Nya sebagai...

Ikhlas Menentukan Keshalihan Amal

https://cintaquran.com/publik/2017/04/20/ikhlas-menentukan-keshalihan-amal/ Allah SWT berfirman (yang artinya):  Tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas menjalankan agama-Nya semata-mata, dengan lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat. Itulah agama yang benar  (TQS al-Bayyinah [98]: 5). Allah SWT pun berfirman (yang artinya):  Sama sekali tidak akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah hewan korban itu. Namun, yang akan sampai kepada Dia hanyalah ketakwaan kalian   (TQS al-Haj [22]: 37) Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Katakanlah (Muhammad),  “Sekalipun kalian semua sembunyikan apa saja yang ada di dalam hati kalian ataupun kalian tampakkan, pasti itu diketahui juga oleh Allah.”  (TQS Ali-lmran [3]: 29) Rasulullah saw. pun bersabda,  “Sungguh amal perbuatan itu bergantung pada niatnya dan sungguh bagi setiap orang itu apa saja yang telah ia niatkan. Karena itu s...

Hati Hati Fitnah Dunia

Suatu ketika Rasulullah saw. pernah berkhutbah di hadapan orang-orang, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kalian kecuali saat Allah memberikan kekayaan dunia ini kepada kalian.” (HR Ibn Abu ad-Dunya’). Kita membayangkan, saat itu Rasulullah saw. berkhutbah di kalangan para Sahabat yang rata-rata hidup zuhud. Dunia (harta) mungkin ada dalam genggaman sebagian mereka, tetapi tidak menguasai kalbu-kalbu mereka. Fokus mereka tetaplah akhirat. Karena itulah kita mengenal Sahabat Abu Bakar ra., Umar bin al-Khaththab ra., Utsman bin Affan ra. atau Abdurrahman bin Auf yang kaya raya. Namun, kita pun mengenal mereka sebagai para Sahabat terbaik dalam hal ibadah mereka, dakwah mereka, infak mereka termasuk jihad mereka di jalan Allah SWT. Lalu mengapa Rasulullah saw. sampai harus mengkhawatirkan mereka dengan fitnah dunia? Itu berarti, fitnah dunia sangatlah dahsyat. Bukankah sebagian Sahabat pernah tergelicir saat Perang Uhud, saat mereka berlari meninggalkan perint...