Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Adab Berbeda Pendapat

Adab atau akhlak yang baik juga acapkali ditunjukkan oleh ulama kepada ulama lainnya meski mereka berbeda pendapat atau berbeda pandangan keagamaan. Di antaranya apa yang ditunjukkan oleh Imam Syafii kepada pendahulunya, Imam Abu Hanifah. Sebagaimana diketahui, Imam Syafii berpendapat tentang keharusan membaca doa qunut dalam shalat subuh. Namun, Imam Syafii—seorang ulama besar sekaligus imam mujtahid—pernah beberapa kali melaksanakan shalat subuh di dekat makam Imam Abu Hanifah. Saat itu ia memilih tidak melaksanakan qunut subuh dalam rangka menjaga adab terhadap Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahwa qunut subuh tidak disyariatkan (Ad-Dahlawi, Al-Inshâf fi Bayân Asbâb al-Ikhtilâf , hlm. 110). Demikianlah, betapa para ulama besar di zaman terdahulu amat hormat kepada ulama lainnya, meski berbeda pendapat. Bahkan terhadap ulama yang sudah wafat pun adab itu tetap dijaga. Adab yang sama ditunjukkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Selama ini beliau berpendapat mengenai keharusan ...

Keharusan Memuliakan Ilmu

Hendaknya setiap Muslim—dalam hal ini setiap murid atau pelajar—memuliakan ilmu yang dia pelajari. Itulah yang ditunjukkan oleh generasi salafush-shalih terdahulu. Berikut ini secuil keteladanan mereka dalam memuliakan ilmi. Suatu saat, Imam al-Hulwani—ulama pengikut mazhab Hanafi yang menjadi imam besar di Bukhara—pernah menyampai-kan, “Sesungguhnya aku memperoleh ilmu ini dengan memuliakannya dan aku tidak mengambil catatan ilmu kecuali dalam keadaan suci.” Hal ini diikuti oleh murid beliau yang juga seorang ulama besar, yakni Imam Syamsuddin as-Sirakhsi. Suatu saat beliau mengulang wudhu pada malam hari hingga 17 kali karena sakit perut. Hal itu beliau lakukan agar bisa menelaah ilmu dalam keadaan suci ( Mukhatsar al-Fawâ’id al-Makkiyah , hlm. 30). Adab dan penghargaan para ulama terhadap ilmu juga ditunjukkan oleh Al-Hafizh Muhammad bin Abdissalam al-Bilkandi, salah seorang guru Imam al-Bukhari. Suatu saat beliau menghadiri majelis imlâ‘ hadis. Saat Syaikh di majelis ...

Berapa Lama Istri Boleh Ditinggal Suami?

Pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab, saat sedang gencar-gencarnya jihad untuk menyabarluaskan dakwah Islam, terpaksa para mujahid meninggalkan istri-istri mereka dalam waktu sangat lama. Akibatnya, banyak istri yang tak “tahan” dalam kesendiriannya tanpa kehadiran suami di sisinya. Diriwayatkan, Khalifah Umar ra. suatu malam berpatroli. Beliau kebetulan melewati seorang wanita di dalam rumahnya sedang mendendangkan syair, “ Malam ini begitu lama/Sisi-sisinya begitu hitam/Makin lama pula aku tanpa kekasih yang bercumbu denganku . Demi Allah, andai bukan karena rasa takut kepada Allah, pasti sisi-sisi tempat tidur ini sudah bergoyang (oleh lelaki lain, pen .).” Mendengar itu, esoknya Khalifah Umar ra. menemui Hafshah ra., putrinya sekaligus istri Rasulullah saw., lalu bertanya, “Putriku, berapa lama seorang wanita bisa sabar ditinggal suaminya?” Hafshah menjawab, “Ayah, semoga Allah mengampuni Anda, orang seperti Anda bertanya kepada orang sepertiku tentang masalah ini?...

Memelihara Sikap Murâqabah

Mur â qabah secara sederhana bisa diartikan sebagai sikap merasa senantiasa diawasi oleh Allah SWT . Sikap ini penting ditumbuhkan dan terus dipelihara oleh setiap Muslim. Mengapa? Pasalnya, sering orang berbuat dosa atau maksiat karena tidak adanya sikap mur â qabah pada dirinya. Padahal Allah SWT telah berfirman (yang artinya): (Luqman berkata), "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi berada di dalam batu, atau di langit, atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (balasan)-nya. Sesungguhnya Allah Mahaawas lagi Mahatahu. ” (TQS Luqman [31]: 16). Allah SWT pun berfirman (yang artinya): Dia selalu bersama kalian di mana pun kalian berada (QS al-Hadid [57]: 4); Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di mata Allah, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi   (TQS   Ali   Imran [3]:   6). Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Allah   mengetahui   mata   yang ber...

Penghalang Terkabulnya Doa

Setiap Muslim, suatu saat, mungkin pernah bertanya-tanya: mengapa ia telah sering berdoa kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh, tetapi doa-doanya seperti tidak Dia kabulkan? Pertanyaan yang sama pernah ditanyakan oleh sekelompok orang kepada Ibrahim bin Adham saat ia berjalan melewati sebuah pasar di Bashrah, Irak. Saat itu tiba-tiba Ibrahim bin Adham dikelilingi oleh banyak orang. Ia ditanya oleh mereka tentang firman Allah SWT (yang artinya): Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian (TQS Ghafir [40]: 60). Mereka mengatakan, “Kami telah berdoa kepada Allah SWT, namun mengapa belum juga dikabulkan?” Lalu beliau menjawab, “Karena hati kalian telah mati oleh sepuluh perkara: (1) Kalian mengklaim mengenal Allah, tetapi tidak menunaikan hak-hak-Nya; (2) Kalian membaca Kitab-Nya, tetapi tidak mengamalkan isinya; (3) Kalian mengaku memusuhi setan, tetapi mengikuti ajakannya; (4) Kalian mengaku mencintai Rasulullah saw., tetapi meninggalkan sunnah-sunnahnya; (5) Kali...

Generasi yang Imannya Paling Menakjubkan

Ibnu Abbas ra. menuturkan, Rasulullah saw. pernah bertanyakepada para sahabat, "Siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan?" Para sahabat menjawab, "Malaikat, ya Rasulullah."  Rasulullah berkata, "Bagaimana malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?" Kemudian mereka menjawab lagi, "Kalau begitu, para nabi, ya Rasulullah." Rasulullah berkata lagi, "Bagaimana para nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka?" Mereka lalu menjawab lagi, "Kalau begitu para sahabatmu ini, ya Rasulullah." Rasulullah pun berkata lagi, "Bagaimana para sahabatku tidak beriman, sedangkan mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata-kataku, juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerasulanku." Lalu Nabi saw. bersabda, "Yang paling menakjubkan imannya adalah kaum yang datang sesudah kalian. Mereka mengima...