Jika kita menelaah
nash-nash al-Quran maupun as-Sunnah terkait mencari ilmu, tampak bahwa di
dalamnya terkandung perintah kepada kita untuk mendatangi ilmu itu; bkan dengan
menunggu “didatangi” ilmu. Allah SWT, misalnya, berfirman: Bertanyalah
kepada ahli ilmu jika kalian tidak tahu (TQS al-Anbiya [21]: 7).
Rasulullah saw.
juga bersabda, “Carilah ilmu walau harus ke negeri Cina.” (Musnad Imam
asy-Syafi’i).
Terkait perintah
untuk “mendatangi ilmu”, Imam Malik, dalam sebuah kunjungan ke Kota Madinah
untuk menziarahi Makam Rasulullah saw., Khalifah Bani Abbasiyyah, Harun
ar-Rasyid (penguasa saat itu), tertarik mengikuti kajian Al-Muwaththa’ Imam
Malik. Untuk itu Khalifah mengutus Yahya bin Khalid al-Barmaki untuk memanggil
Imam Malik. Namun, Imam Malik menolak untuk mendatangi Khalifah seraya berkata
kepada utusan Khalifah itu, “Al-‘Ilmu
yuzâr wa lâ yazûr, yu’tâ wa lâ ya’tî (Ilmu
itu dikunjungi, bukan mengunjungi; didatangi, bukan mendatangi).”
Akhirnya, terpaksa
Khalifah Harun ar-Rasyid mengalah. Ia lalu mendatangi Imam Malik dan duduk di
majelisnya. Sedianya Khalifah ingin jamaah meninggalkan majelis tersebut.
Namun, permintaan itu ditolak oleh Imam Malik. “Saya tidak bisa mengorbankan
kepentingan orang banyak hanya demi kepentingan seorang.”
Sang Khalifah pun
akhirnya mengikuti kajian Imam Malik dan duduk berdampingan dengan rakyat kecil
(Lihat: Al-‘Ashami, Samth an-Nujûm al-‘Awâlî fî Anbâ’ al-Awâ’il at-Tawâlî,
II/2014).
Begitulah cara
Imam Malik memuliakan dan mengagungkan ilmu. Begitulah pula seharusnya kita
menghargai ilmu. Carilah ilmu dengan kita rajin keluar mendatangi
majelis-majelis ilmu; tak cukup kita mengundang ustadz untuk datang ke rumah
kita, apalagi dengan alasan kesibukan kita, meski kita sanggup membayar mereka.
[]
www.CintaQuran.com
Komentar
Posting Komentar