Langsung ke konten utama

Al-Quran Mukjizat Dan Sumber Keberkahan


Suatu ketika Walid bin Mughirah pernah datang kepada Rasul saw. Rasul saw. lalu membacakan ayat-ayat al-Quran di hadapan dia. Sebagai seorang pemuka Arab yang memiliki citarasa tinggi akan bahasa dan sastra, Walid—meski dia kafir—tidak mampu sedikit pun menyembunyikan rasa takjubnya terhadap keagungan dan ketinggian al-Quran, yang baru saja meluncur dari bibir Rasul saw. yang mulia.
Mendengar Walid telah menemui Rasul saw., Abu Jahal memprotes dia. Namun, Walid malah berkata, “Demi Allah! Di antara kalian tidak ada yang lebih paham dari aku dalam hal syair, rajaz, dan qasidah-nya; serta syair-syair jin. Apa yang diucapkan oleh Muhammad itu (ayat-ayat al-Quran) sama sekali tidak serupa dengan syair-syair itu. Demi Allah! Kalimat demi kalimat yang dia tuturkan sungguh manis; bagian atasnya berbuah, sementara bagian bawahnya mengalirkan air segar. Untaian katanya sungguh tinggi, tidak dapat diungguli, bahkan dapat menghancurkan apa saja yang ada di bawahnya.” (Qattan, 1992: 379-380).
Kisah nyata di atas hanyalah secuil saja di antara sekian banyak pembuktian tentang kemukjizatan al-Quran, yang sekaligus menunjukkan bahwa al-Quran itu benar-benar kalamulLâh (lihat: TQS al-Baqarah [2]: 23).
Lebih dari sekadar mukjizat, al-Quran pun menjanjikan keberkahan bagi umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT (yang artinya): Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati. Karena itu ikutilah kitab tersebut dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat (TQS al-An‘am [6]: 155).
Menurut Imam al-Qurthubi, al-Quran disifati dengan mubârak (yang diberkati) karena mengandung banyak kebaikan. Adapun frasa fattabi‘ûhu bermakna: i‘malû bimâ fîhi (Karena itu amalkanlah semua isinya). Artinya, hanya dengan menerapkan al-Quran keberkahan hidup itu bisa dirasakan oleh kaum Muslim.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesombongan Hanya Milik Allah SWT

https://cintaquran.com/publik/2017/04/17/kesombongan-hanya-milik-allah-swt/ Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda bahwa Allah SWT telah berfirman, “ Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Karena itu, siapa saja yang merampas salah satunya dari-Ku, pasti Aku akan melemparkannya ke dalam api neraka. ”  (HR Abu Dawud dan Ibn Majah). Setidaknya ada dua  ‘ibrah  (pelajaran) yang dapat dipetik dari hadis qudsi di atas.  Pertama : terkait dengan keimanan, seorang Muslim harus meyakini bahwa Allahlah yang pantas memiliki sifat sombong ( al-kibr ) dan takabur ( at-takabbur ). Ini adalah berdasarkan klaim Allah sendiri di dalam al-Quran yang menyifati Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir , yang bisa bermakna ‘Yang Mahasombong’ atau ‘Yang Mahatakabur’ (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 23). Menurut al-Qurthubi, ketika menafsirkan ayat ini, Allah SWT menamai Diri-Nya dengan  Al-Mutakabbir  karena Allah sendiri menganggungkan Diri-Nya sebagai...

Ikhlas Menentukan Keshalihan Amal

https://cintaquran.com/publik/2017/04/20/ikhlas-menentukan-keshalihan-amal/ Allah SWT berfirman (yang artinya):  Tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan tulus ikhlas menjalankan agama-Nya semata-mata, dengan lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat. Itulah agama yang benar  (TQS al-Bayyinah [98]: 5). Allah SWT pun berfirman (yang artinya):  Sama sekali tidak akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah hewan korban itu. Namun, yang akan sampai kepada Dia hanyalah ketakwaan kalian   (TQS al-Haj [22]: 37) Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Katakanlah (Muhammad),  “Sekalipun kalian semua sembunyikan apa saja yang ada di dalam hati kalian ataupun kalian tampakkan, pasti itu diketahui juga oleh Allah.”  (TQS Ali-lmran [3]: 29) Rasulullah saw. pun bersabda,  “Sungguh amal perbuatan itu bergantung pada niatnya dan sungguh bagi setiap orang itu apa saja yang telah ia niatkan. Karena itu s...

Hati Hati Fitnah Dunia

Suatu ketika Rasulullah saw. pernah berkhutbah di hadapan orang-orang, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak mengkhawatirkan kalian kecuali saat Allah memberikan kekayaan dunia ini kepada kalian.” (HR Ibn Abu ad-Dunya’). Kita membayangkan, saat itu Rasulullah saw. berkhutbah di kalangan para Sahabat yang rata-rata hidup zuhud. Dunia (harta) mungkin ada dalam genggaman sebagian mereka, tetapi tidak menguasai kalbu-kalbu mereka. Fokus mereka tetaplah akhirat. Karena itulah kita mengenal Sahabat Abu Bakar ra., Umar bin al-Khaththab ra., Utsman bin Affan ra. atau Abdurrahman bin Auf yang kaya raya. Namun, kita pun mengenal mereka sebagai para Sahabat terbaik dalam hal ibadah mereka, dakwah mereka, infak mereka termasuk jihad mereka di jalan Allah SWT. Lalu mengapa Rasulullah saw. sampai harus mengkhawatirkan mereka dengan fitnah dunia? Itu berarti, fitnah dunia sangatlah dahsyat. Bukankah sebagian Sahabat pernah tergelicir saat Perang Uhud, saat mereka berlari meninggalkan perint...